Manusia, Keberagaman dan Kesetaraan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bab ini tentang “Manusia, Keragaman dan Kesetaraan” yakni dapat menyadarkan kepada manusia bahwa keragaman merupakan keniscayaan hidup manusia, termasuk di Indonesia. Dalam paham multikulturalisme, kesederajadan, dan atau kesetaraan sangat dihargai untuk semua budaya yang ada dalam masyarakat. Paham ini sebetulnya merupakan bentuk akomodasi dari budaya arus utama (besar) terhadap munculnya budaya-budaya kecil yang datang dari berbagai kelompok. Itulah sebabnya, penting sekarang ini membahas keragaman dan kesetaraan dalam hidup manusia

Untuk konteks Indonesia sebagai masyarakat majemuk, sehubungan dengan pentingnya ketiga hal tersebut : manusia, keragaman, dan kesetaraan, tatkala berbicara tentang keragaman, hal itu mesthi dikaitkan dengan kesetaraan. Mengapa? Karena keragaman tanpa kesetaraan akan memunculkan diskriminasi : kelompok etnis yang satu bisa memperoleh lebih dibanding yang lain; atau kelompok umur tertentu bisa mempunyai hak-hak khusus atas yang lainnya. Keragaman yang didasarkan pada kesetaraan akan mampu mendorong munculnya kreativitas, persaingan yang sehat dan terbuka, dan pada akhirnya akan memacu kesaling-mengertian. Perkembangan pembangunan yang terjadi dalam dua dekade terakhir di Indonesia menjadikan pertemuan antar orang dari berbagai kelompok suku dan budaya sangat mudah terjadi. Hal itu tentu saja akan menimbulkan banyak goncangan dan persoalan. Karena itu sebelum menjadi sebuah konflik yang keras, Indonesia sudah selayaknya mempersiapkan  masyarakatnya mengenai adanya keragaman. Keragaman itu supaya menghasilkan manfaat besar harus diletakkan dalam bingkai kebersamaan dan kesetaraan. Namun, sebelum membahas mengenai bagaimana memahami keragaman dan kesetaraan dan juga bagaimana mengelola keragaman yang ada dengan segala persoalan dan tantangannya, pembahasan akan dimulai dengan memusatkan perhatian pada manusia itu sendiri.

Dalam perkembangan konteks kehidupan bermasyarakat yang terjadi secara cepat dan dramatis seringkali muncul ketegangan antara individualitas dan sosialitas. Bagaimana seorang manusia yang senantiasa berusaha mencari identitas diri harus melakukan akomodasi terhadap masyarakatnya yang juga terus berubah. Manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari masyarakat dikitari oleh berbagai hal yang menjadikannya selalu berada dalam ketegangan antara diri sendiri dan orang lain. Praktis komunikasi, sejarah yang melingkupinya, keberadaan orang lain, konsep mengenai masalalu, mas kini, dan mas depan juga merupakan hal-hal yang terus perlu dipertimbangkan ketika manusia menjalani hidupnya, baik sebagai individu maupun sebagai bagian dari sebuah masyarakat.

1.2 Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah yang ada dalam pembahasan masalah diatas adalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian keberagaman dan kesetaraan?
2. Apa unsur-unsur keragaman masyarakat Indonesia?
3. Apa pengaruh keragaman terhadap kehidupan beragama, bermasyarakat, bernegara, dan kehidupan Global?
4. Apa saja problematika diskriminasi dalam masyarakat yang beragam?

1.3 Tujuan

Tujuan dalam penulisan makalah ini, untuk memahami dan mengetahui keberagaman dan kesetaraan dalam lingkunagan bermasyarakat di Indonesia, dan problem apa saja yang ada dalamnya.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Keberagaman dan Kesetaraan

2.1.1 Keberagaman

Keragaman dapat diartikan dengan suatu hal yang “banyak macamnya”, “beda” antara satu dan yang lainnya dan sifatnya tidak tunggal. Sedang kesetaraan dapat diartikan sebagai “sama”, “tidak berbeda” atau “sederajat”. Beberapa istilah yang dianggap sesuai dengan keragaman salah satunya ialah Pluralitas (plurality) yaitu suatu konsep yang mengandaikan adanya “hal-hal yang lebih dari satu”. Sisi lain pluralits adalah kemajemukan yang didasari oleh keutamaan (keunikan) dan kekhasan. Karena itu, pluralitas tidak dapat terwujud atau diadakan atau terbayangkan keberadaannya kecuali sebagai objek komparatif dari keseragaman dan kesatuan yang merangkum seluruh dimensinya.

Pluralitas juga tidak dapat disematkan kepada kesatuan yang tidak mempunyai parsial-parsial, atau yang bagian-bagiannya dipaksa untuk tidak menciptakan “keutamaan”, “keunikan” dan “kekhasan” tersendiri. Anggota suatu keluarga adalah bentuk pluralitas dalam rangka kesatuan keluarga dan sebagai antitesis darinya. Pria dan wanita adalah bentuk pluralitas dari kerangka kesatuan jiwa manusia. Bangsa-bangsa adalah bentuk pluralitas jenis manusia. Tanpa adanya kesatuan yang mencakup seluruh segi maka tidak dapat dibayangkan adanya kemajemukan, keunikan dan kekhasan atau pluralitas itu. Demikian juga sebaliknya.

Pluralitas, sebagaimana halnya seluruh fenomena pemikiran, memiliki sifat pertengahan (moderat atau adil), keseimbangan, juga mempunyai sisi yang ekstrem, baik yang melebih-lebihkan atau mengurang-ngurangkan. Sisi pertengahan (adil) serta keseimbangannyalah yang dapat memelihara hubungan antara kemajemukan, perbedaan dan pluralitas dan faktor kesamaan, pengikat dan kesatuan. Sementara itu disintegrasi dan kacau balau ditimbulkan oleh sikap ekstrem memusuhi yang tidak mengakui dan tidak memiliki faktor pemersatu atau pengikat. Juga oleh sikap penyeragaman (yang dianggap mengingkari adanya kekhasan dan perbedaan), yaitu sikap ekstrem represif dan otoriter yang menafikkan perbedaan masing-masing pihak dan keunikannya.

Pluralitas juga bisa dianggap sebagai motivator dalam menghadapi ujian, cobaan, kesulitan berkompetisi, dan berlomba-lomba dalam berkarya dan berkreasi diantara masing-masing pihak yang berbeda dalam peradaban. Dan jika tidak ada pluralitas, perbedaan dan perselisihan, maka tidak akan ada motivasi untuk berkompetisi, berlomba dan saling dorong diantara individu manusia dan peradaban, hal ini tentunya akan berakibat pada hidup yang stagnan dan tawar, serta mati tanpa dinamika. Juga manusia tidak akan dapat mewujudkan tujuan-tujuan hidup, yaitu agar manusia membangun bumi dan mengembangkan wujud peradabannya.

Sayyid Quthb ” mengatakan bahwa adalah tabiat manusia untuk berbeda”. Karena perbedaan ini adalah salah satu pokok dari pokok-pokok diciptakannya manusia, yang menghasilkan hikmah yang tinggi. Seperti penugasan makhluk manusia ini sebagai pemimpin di muka bumi, serta perbedaan mereka dalam persiapan dan potensi-potensi serta tugas yang diemban. Sehingga, pada gilirannya akan membawa kepada perbedaan dalam jerangka berfikir, kecenerungan metodologi yang dipegang, dan tekhnik-tekhnik yang ditempuh. Sementara, dengan perbedaan dan persaingan, manusia akan menggali potensi mereka yang terpendam, serta akan selalu terjaga dan berusaha mengeksplorasi kekayan bumi ini, dengan menggunakan kekuatannya serta rahasia-rahasinya yang terpendam, yang pada akhirnya akan membawa kepada kebaikan, kemajuan dan pertumbuhan.

Namun, tindakan saling dorong dan saling membela, yang menjadi motivator dan diperkuat oleh kemajemukan dan perbedaan itu, diharapkan senantiasa memiliki sifat membawa manfaat, berada dalam kerangka kesatuan nilai yang konstan, serta pokok-pokok yang menyatukan diantara pihak-pihak yang berselisih dan saling membela diri tersebut. Karena harus ada timbangan yang konstan pula, yang dianggap dapat memuaskan seluruh pihak yang berselisih dan kata akhir rujukan dalam berdebat, serta ada tujuan yang sama dari manusia.

Istilah lain yang digunakan untuk masyarakat yang terdiri dari agama, ras, bahasa, dan budaya yang berbeda, yakni keragaman (diversity) yang menunjukkan bahwa keberadaaan yang lebih dari satu itu berbeda-beda,  heterogen dan bahkan tidak dapat disamakan. Pada abad ke-20, kemajemukan menjadi syarat demokrasi. Serba tunggal, misalnya, satu ideologi, satu partai politik, satu calon pemimpin, dianggap sebagai satu bentuk pemaksaan dari negara.

Furnivall adalah yang pertama kali mengintroduksi konsep masyarakat majemuk pada waktu dia membahas kebijakan dan praktek-praktek pemerintahan  jajahan di Indonesia. Dia menunjukkan bahwa sebuah masyarakat majemuk ditandai oleh penduduknya yang secara suku bangsa dan rasial saling berbeda yang hidup dalam satuan-satuan kelompok masing-masing, yang hanya bertemu di pasar. Ciri-ciri ini ada pada masyarakat jajahan yang merupakan produk dari politik ekonomi penjajahan untuk menguasai sumberdaya yang ada setempat. Produk dari politik ekonomi ini adalah adanya golongan penjajah yang mempersatukan secara paksa masyarakat-masyarakat pribumi kedalam sebuah masyarakat jajahan untuk diatur dan diperibtah guna kepentingan ekonomi penjajah. Disamping golongan penjajah dan pribumi terdapat  golongan pedagang perantara yang biasanya adalah orang-orang asing yang secara sosial dan rasial tidak tergolong sama dengan golongan penjajah ataupun golongan pribumi. Di Indonesia, tiga golongan ini terwujud secara vertical sebagai orang Belanda dan Kulit Putih lainnya, orang Pribumi, dan orang Timur Asing (orang Cina dan Arab) yang masing-masing hidup dalam kelompok-kelompok dan pemukimannya sendiri menurut kebudayaan dan pranata-pranata masing-masing, dan keteraturan serta ketertiban kehidupan mereka diatur oleh hukum yang masing-masing berbeda satu dari lainnya.

Konsep Multikulturalisme juga dapat dianggap sesuai dengan masalah-masalah “perbedaan”, bahkan konsep ini juga mampu menjembatani perbedaan-perbedaan yang muncul dari kemajemukan. Apabila pluralitas sekedar mempresentasikan adanya kemajemukan ( yang lebih dari satu ), maka multikulturalisme memberikan penegasan bahwa dengan segala perbedaannya itu mereka adalah sama didalam ruang publik. Multikulturalisme menjadi semacam respons kebijakan baru terhadap keragaman. Dengan kata lain, adanya komunitas-komunitas itu diperlakukan sama oleh negara.

Multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan. Perbedaan yang dimaksud adalah perbedaan-perbedaan individual atau orang-perorang dan perbedaan kebudayaan. Perbedaan kebudayaan mendorong upaya terwujudnya keanekaragaman atau pluralisme budaya sebagai sebuah corak kehidupan masyarakat yang mempunyai keanekaragaman kebudayaan, yaitu yang saling memahami dan menghormati kebudayaan-kebudayaan mereka yang berbeda satu dengan lainnya, termasuk kebudayaan dari mereka yang tergolong sebagai kelompok minoritas.

Dalam pengertian multikulturalisme, sebuah masyarakat bangsa dilihat sebagai memiliki sebuah kebudayaan yang utama dan berlaku umum (mainstream)  di dalam kehidupan mesyarakat bangsa tersebut. Kebudayaan bangsa ini merupakan sebuah mozaik, dan yang didalam  mozaik tersebut terdapat beranekaragam corak budaya yang  merupakan ekspresi dari berbagai kebudayaan yang ada dalam masyarakt bangsa tersebut. Model multikulturalisme ini bertentangan dengan model monokulturalisme yang menekankan keseragaman atau kesatuan kebudayaan dengan melalui proses penyatuan kebudayaan-kebudayaan yang berbeda-beda ke dalam sebuah kebudayaan yang dominan dan mayoritas. Disamping itu juga melalui proses asimilasi atau pembauran diman jatidiri dari kelompok-kelompok atau sukubangsa-sukubangsa minoritas harus mengganti jatidiri warganya menjadi sama dengan jatidiri dari kelompok atau suku bangsa yang dominan, dan mengadopsi cara-cara hidup atau kebudayaan dominan tersebut menjadi cara-cara hidup dan kebudayaannya yang baru. Dan bila mereka yang tergolong sebagai minoritas tidak melakukannya akan diasingkan dari masyarakat luas, bahkan kalau perlu dimusnahkan.

Dalam model multikulturalisme, penekanannya adalah pada kesederajatan ungkapan-ungkapan budaya yang berbeda-beda, pada pengkayaan budaya melalui pengadopsian unsur-unsur budaya yang dianggap paling cocok dan berguna bagi pelaku dalam kehidupannya tanpa ada hambatan berkenaan dengan asal kebudayaan yang diadopsi tersebut, karena  adanya batas-batas suku bangsa yang primodial. Dalam masyarakat multibudaya atau multikultural, menurut Nathan Glazer, setiap orang adalah multikulturalis, karena setiap orang mempunyai kebudayaan yang bukan hanya berasal dari kebudayaan asal atau suku bangsa tetapi juga mempunyai kebudayaan yang berisikan kebudayaan-kebudayaan dari suku bangsa atau bangsa lain.

Multikulturalisme dilihat sebagai pengikat dan jembatan yang mengakomodasi perbedaan-perbedaan, termasuk perbedaan-perbedaan kesuku-bangsaan dan suku-bangsa dalam masyarakat yang multikultural. Pengertian ini mengacu pada pengertian bahwa perbedaan-perbedaan tersebut terwadahi di tempat-tempat umum, tempat kerja dan pasar, dan sistem nasional dalam hal kesetaraan derajat secara politik, hukum, ekonomi, dan sosial. Sedangkan kesukubangsaan dan masyarakat suku bangsa dengan kebudayaan suku bangsanya tetap dapat hidup dalam ruang lingkup atau suasana kesukubangsaanya. Tetapi didalam suasana-suasana nasional dan tempat-tempat umum yang seharusnya menjadi cirinya adalah kebangsaan dengan pluralisme budayanya, dan bukannya sesuatu kesukubangsaan atau sesuatu kebudayaan suku bangsa tertentu yang dominan.

2.1.2 Kesetaraan

Kesetaraan berasal dari kata setara atau sederajat. Jadi, kesetaraan juga dapat disebut kesederajatan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sederajat artinya sama tingkatan (kedudukan, pangkat). Dengan demikian, kesetaraan atau kesederajatan menunjukkan adanya tingkatan yan sama, kedudukan yang sama, tidak lebih tinggi atau tidak lebih rendah antara satu sama lain:

  • Kesetaraan manusia bermakna bahwa manusia sebagai mahkluk Tuhan memiliki tingkat atau kedudukan yang sama. Tingkatan atau kedudukan yang sama itu bersumber dari pandangan bahwa semua manusia tanpa dibedakan adalah diciptakan dengan kedudukan yang sama, yaitu sebagai makhluk mulia dan tinggi derajatnya dibanding makhluk lain.
  • Dihadapan Tuhan, semua manusia adalah sama derajat, kedudukan, atau tingkatannya. Yang membedakan nantinya adalah tingkat ketakwaan manusia tersebut terhadap Tuhan.
    Persamaan atau tingkatan manusia ini berimplikasi pada adanya pengakuan akan kesetaraan atau kesederajatan manusia. Jadi, kesetaraan atau kesederajatan tidak sekedar bermakna adanya persamaan kedudukan manusia. Kesederajatan adalah suatu sikap mengakui adanya persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban sebagai sesama manusia. Implikasi selanjutnya adalah perlunya jaminan akan hak-hak itu agar setiap manusia bisa merealisasikan serta perlunya merumuskan sejumlah kewajiban-kewajiban agar semua bisa melaksanakan agar tercipta tertib kehidupan.
  • Berkaitan dengan dua konsep di atas, maka dalam keragaman diperlukan adanya kesetaraan atau kesederajatan. Artinya, meskipun individu maupun masyarakat adalah beragam dan berbeda-beda, tetapi mereka memiliki dan diakui akan kedudukan, hak-hak dan kewajiban yang sama sebagai sesama baik dalam kehidupan pribadi maupun kemasyarakatan. Terlebih lagi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, jaminan atau kedudukan, hak  dan kewajiban yang sama dari berbagai ragam masyarakat di dalamnya amat diperlukan.

2.1.2.1 kesetaraan Gander

Kesetaraan gender adalah suatu kondisi dimana semua manusia (baik laki-laki maupun perempuan) bebas mengembangkan kemampuan personal mereka dan membuat pilihan-pilihan tanpa dibatasi oleh stereotype, peran gender yang kaku.  Hal ini bukan berarti bahwa perempuan dan laki-laki harus selalu sama, tetapi hak, tanggung jawab dan kesempatannya tidak dipengaruhi oleh apakah mereka dilahirkan sebagai laki-laki atau perempuan (Unesco, 2002).

Kesetaraan gender adalah tidak adanya diskriminasi berdasarkan jenis kelamin seseorang dalam memperoleh kesempatan dan alokasi sumber daya, manfaat atau dalam mengakses pelayanan.

Berbeda halnya dengan keadilan gender merupakan  keadilan pendistribusian manfaat dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki. Konsep yang mengenali adanya perbedaan kebutuhan dan kekuasaan antara perempuan dan laki-laki, yang harus diidentifikasi dan diatasi dengan cara memperbaiki ketidakseimbangan antara jenis kelamin. Masalah gender muncul bila ditemukan perbedaan hak, peran dan tanggung jawab karena adanya nilai-nilai sosial budaya yang tidak menguntungkan salah satu jenis kelamin (lazimnya perempuan).

Untuk itu perlu dilakukan rekontruksi sosial sehingga nilai-nilai sosial budaya yang tidak menguntungkan tersebut dapat dihilangkan. Sehingga masalah kesehatan reproduksi yang erat kaitannya dengan ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender dapat dihindari, khususnya kematian ibu dan anak yang masih tinggi di Indonesia.

Pembahasan dalam topik isu gender ini dimaksudkan untuk memberikan informasi sehingga dapat mengembangkan ide-ide kreatif dan inovatif yang disesuaikan dengan sosial, budaya, kondisi dan situasi di wilayah setempat untuk megatasi masalah kesehatan reproduksi remaja.

Banyak pemahaman yang keliru ketika orang mengartikan seks dan gender, karena gender dalam bahasa Inggris hanya diartikan sebagai jenis kelamin. Untuk itu perlu dipahami terlebih dahulu bahwa seks merupakan suatu hal yang merupakan kodrat berupa ciri-ciri fisik/ biologis yang tidak bisa dipertukarkan antara laki-laki dan perempuan. Misalnya, perempuan yang mengalami haid, hamil dan melahirkan yang ini tidak mungkin bisa dilakukan laki-laki. Dan sebaliknya laki-laki memiliki jakun, sperma dan alat vital berupa penis. Seks bersifat kodrati yang tidak mengenal batas ruang dan waktu, bersifat alamiah dan tidak akan berubah dalam kondisi apapun.

Sedangkan gender, merupakan pelabelan yang pada kenyataannya dibentuk oleh budaya, tidak bersifat permanen, dan oleh karenanya bisa dipertukarkan antara laki-laki dan perempuan. Gender tergantung pada nilai-nilai yang dianut masyarakat, hasil konstruksi tradisi, budaya, agama dan ideologi tertentu yang mengenal batas ruang dan waktu yang langsung membentuk karakteristik laki-laki dan perempuan. Saat ini di dalam kehidupan bermasyarakat ada pemilahan sifat manusia yaitu feminim dan maskulin. Sifat-sifat feminim dan maskulin dapat dikategorikan sebagai berikut :

Sifat maskulin Sifat feminim
1. Aktif / agresif

2. Independen

3. Rasional

4. Obyektif

5. Tegas

6. Keras

7. Jarang menangis

8. Tidak mudah tersinggung

9. Lebih kompetitif

10. Lebih suka berpetualang

11. Lebih mendunia

12. Ambisius

13. Percaya diri

14. Pemimpin, pelindung

15. Dsb

1. Pasif / nonagresif

2. Dependen

3. Emosional

4. Subyektif

5. Kurang tegas

6. Lemah lembut

7. Sering menangis

8. Mudah tersinggung

9. Kurang kompetitif

10.Tidak suka berpetualang

11.Berorientasi ke rumah

12. Kurang ambisius

13. Kurang percaya diri

14. Pengasuh, pemelihara

15. Dsb

Sifat feminin seringkali dilekatkan pada diri perempuan dan sifat maskulin seringkali dianggap sebagai sifat laki-laki. Sehingga bila ada seorang yang bersikap tidak sesuai dari sifat-sifat yang sudah dilekatkan pada dirinya oleh masyarakat maka dia diangggap menyimpang atau salah. Padahal pada riilnya, potensi yang dimiliki laki-laki dan perempuan sebagai sesama manusia adalah relatif. Tidak semua laki-laki mampu bersikap tegas. Demikian pula tidak semua perempuan bersikap cengeng, dan seterusnya.

Persoalannya kemudian, dari pelabelan yang ada di masyarakat ini memunculkan ketidakadilan yang berkaitan dengan relasi antara perempuan dan laki-laki. Setidaknya ada lima isu gender yang dialami perempuan akibat ketidakadilan gender yaitu :

  • Kekerasan terhadap perempuan.
  • Beban ganda perempuan
  • Marginalisasi perempuan
  • Subordinasi perempuan
  • Stereotype terhadap perempuan

Sedangkan manifestasi ketidakadilan gender bagi perempuan dapat dirumuskan sebagai berikut:

  • Pada sektor budaya, perempuan terkungkung dengan stereotype yang dilekatkan pada dirinya untuk tidak keluar dari peran domestiknya.
  • Dalam sektor publik maupun domestik perempuan seringkali menjadi korban tindak kekerasan.
  • Dalam bidang ekonomi, perempuan mengalami marginalisasi dan harus menanggung beban ganda jika ingin berkiprah di ruang publik.

Dalam bidang politik, perempuan selalu menempati posisi sub-ordinan, baik di struktur pemerintahan, maupun di tingkat perwakilan rakyat. Sebagai warga negara. Perempuan juga hanya ditempatkan sebagai obyek dalam setiap kebijakan pemerintah yang memang seringkali menjadi monopoli laki-laki.

Feminisme secara konsisten senantiasa memperjuangkan kesetaraan gender, yakni posisi dan peran yang setara antara laki-laki dan perempuan yang tidak dipengaruhi oleh bias gender. Sesungguhnya feminisme sedang mencoba membawa perubahan pada kultur ptriarki yang monolitik dan, dengan demikian, secara tidak langsung merupakan komponen dari agenda-agenda multilkultural.

2.2 Unsur-Unsur Keragaman dalam Masyarakat

Suku bangsa dan ras

Suku bangsa yang menempati wilayah Indonesia dari sabang sampai merauke sangatberagam. Sedangkan perbedaan ras muncul karena adanya pengelompokan besar manusiayang memiliki ciri-ciri biologis lahiriah yang sama seperti rambut, warna kulit, ukurantubuh, mata, ukuran kepala, dan lain sebagainya.

Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat, dan kemampuan lain serta kebiasaan yang di dapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu, tiap suku bangsa mempunyai kebudayaan sendiri-sendiri, maka di Indonesia juga terdapat sejumlah sistem budaya yang dipergunakan oleh massing-masing suku bangsa.

Agama dan keyakinan

Sebelum kedatangan agama Hindu yang berasal dari India, orang-orang Indonesia sudah mempunyai keyakinan atau kebudayaan sendiri yang biasa disebut dengan istilah animisme dan dinamisme. Agama hindu datang di Indonesia dengan jalan damai. Kontak agama tersebut melalui jalan perdagangan. Setelah agama Hindu mengalami kemunduran, datang agama lain, yatiu agama islam dan kristen. Kedua agama tersebut juga diterima dengan cara-cara yang damai.

Agama mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan yang dimaksud berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia sebagai kekuatan gaib yang tak dapat ditangkap dengan panca indra. Dalam peraktiknya fungsi agama dalam masyarakat antara lain adalah :

  1. Berfungsi edukatif : ajaran agama secara hukum berfungsi menyuruh dan melarang
  2. Berfungsi penyelamat
  3. Berfungsi sebagai perdamaian
  4. Berfungsi sebagai Social control
  5. Berfungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas
  6. Berfungsi transformatif
  7. Berfungsi sublimatif

Di indonesia, agama merupakan unsur yang sangat penting dan sudah ada beberapa agama yang telah diakui, hal itu merupakan bukti adanya keragaman dalam hal agama atau kepercayaan. Adapun terhadap keragaman manusia dalam hal kepercayaan, sikap, dan perilakunya. Manusia tidak dipandai sederajat. Ada yang mulia dan ada yang hina, bergantung pada kadar ketakwaannya.

Ideologi dan politik

Ideologi adalah suatu istilah umum bagi sebuah gagasan yang berpengaruh kuat terhadap tingkah laku dalam situasi khusus karena merupakan kaitan antara tindakan dan kepercayaan yang fundamental. Sedangkan politik bermakna usaha dalam menegakkan keteriban sosial. Fungsi ideologi adalah untuk memperkuat landasan moral dalam suatu tindakan. Adanya banyak partai di Indonesia merupakan bukti keragaman dalam hal ideologi dan politik. Meskipun pada keyataanya Indonesia hanya mengakui pancasila sebagai satu-satunya ideologi.

Belum terarahnya pendidikan politk di kalangan pemuda dan belum dihayatinya mekanisme demokrasi pancasila maupun lembaga-lembaga kontitusi, tertib hukum, dan disiplin nasional merupakan hambatan bagi penyaluran aspirasi generasi muda secara institusional dan konstitusional.

Tatakrama

Tatakrama yang dianggap arti bahasa jawa yang berarti “ adat sopan santun, basa basi “ pada dasarnya ialah segala tindakan, perilaku, adat istiadat, tegur sapa, ucap dan cakapsesuai kaidah atau norma tertentu. Adat terbentuk dari kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat yang fungsinya mengikat masyarakat tersebut, sedangkan kesopanan berasal dari masyarakat itu sendiri yang dapat menilai baik dan buruknya sikap lahir dan tingkah laku manusia.

Kesenjangan ekonomi dan sosial

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk dengan bermacam tingkat,pangkat, dan strata sosial. Pertambahan jumlah penduduk yang cepat dan belum meratanya pembangunan dan hasil-hasil pembangunan mengakibatkan makin bertambahnya pengangguran di kalangan pemuda serta terjadinya kesenjangan ekonomi.

Perbedaan kondisi ekonomi pada kehidupan masyarakat dapat memicu terjadinya kesenjangan sosial. Kesenjangan sosial dapat terjadi karena adanya pelapisan sosial.

Proses terjadinya pelapisan sosial ada dua, yaitu :

  • Pelapisan sosial yang terjadi dengan sendirinya.
  • Pelapisan sosial yang terjadi dengan sengaja ditujukan untuk mengejar    tujuan bersama.

2.3 Pengaruh  Keragaman Terhadap Kehidupan  Beragama, Bermasyarakat,  Bernegara,  dan Kehidupan Global
Pengaruh keragaman diantaranya adalah :

  • Terjadinya segmentasi kedalam kelompok-kelompok yang seringkali   memilikikebudayaan yang berbeda.
  • Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi kedalam lembaga-lembaga yang bersifat nonkomplemeter.
  • Kurang mengembangkan konsesus diantara para anggota masyarakat tentang nilai-nilaisosial yang bersifat dasar.
  • Secara relatif sering kali terjadi konflik diantara kelompok yang satu dengan yang lainnya.
  • Secara relatif intergrasi sosial tumbuh diatas paksaan dan saling ketergantungan di dalam bidang ekonomi.
  • Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok terhadap kelompok yang lain.

Jika keterbukaan dan kedewasaan sikap dikesampingkan, besar kemungkinan terciptamasalah-masalah yang menggoyahkan persatuan dan kesatuan bangsa seperti :

  • Disharmonisasi, adalah tidak adanya penyesuaian atas keragaman antara manusia  dengandunia lingkungannya.
  • Perilaku diskriminatif terhadap etnis atau kelompok masyarakat tertentu akanmemunculkan masalah yang lain, yaitu kesenjangan dalam berbagai bidang yang tentu saja tidak menguntungkan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
  • Eksklusivisme, rasialis, bersumber dari superioritas diri, alasannya dapat bermacam-macam, antara lain keyakinan bahwa secara kodrati ras atau sukunya kelompoknya lebihtinggi dari ras/suku/kelompok lain.
  • Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk memperkecil masalah yang diakibatkan oleh pengaruh negative dari keragaman, yaitu :
    Semangat Religius
    Semangat Nasionalisme
    Semangat Fluralisme
    Dialog antar umat beragama
  • Membangun suatu pola komunikasi untuk interaksi maupun konfigurasi hubungan antaragama, media, masa, dan harmonisasinya.

Berdirinya Negara Indonesia dilatarbelakangi oleh masyarakat yang demikian majemuk, baik secara etnis, geografis, kultural maupun religius. Manusia secara kodrat diciptakan sebagai makhluk yang mengusung nilai harmoni. Perbedaan yang berwujud baik secara fisik maupun mental, seharusnya dijadikan sebuah potensi untuk menciptakan sebuah kehidupan yang menjunjung tinggi toleransi. Tetapi sering kali yang terjadi adalah, perbedaan tersebut justru memicu ketegangan hubungan antar anggota masyarakat. Sifat dasar yang selalu dimiliki oleh masyarakat majemuk sebagaimana dijelaskan oleh (Van de Berghe).Terjadinya segmentasi (pemisahan diri) kedalam kelompok-kelompok yang seringkali memiliki kebudayaan yang berbeda.
Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi kedalam lembaga-lembaga yang bersifat non komplementer (melengkapi).
Kurang mengembangkan konsensus (kesepakatan) diantara para anggota masyarakat tentang nilai-nilai sosial yang bersifat dasar.
Secara relatif sering kali terjadi konflik diantara kelompok yang satu dengan yang lainnya.
Secara relative integrasi sosial tumbuh diatas paksaan dan saling ketergantungan didalam bidang ekonomi.
Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok terhadap kelompok yang lain.
Realitas diatas harus diakui dengan sikap terbuka, logis dan dewasa. Karena dengan adanya sifat terbuka itulah solusi dari akar permasalahan yang terjadi akibat kemajemukan dapat dipertumpul.

2.4 Problematika Diskriminasi

Diskriminasi adalah setiap tindakan yang melakukan pembedaan terhadap seseorang atau
sekelompok orang berdasarkan ras, agama, suku, etnis, klompok, golongan, status, dan kelas sosial ekonomi, jenis kelamin, kondisi fisik tubuh, usia, orientasi seksual, pandangan idiologi, dan politik serta batas Negara, dan kebangsaan seseorang. Pasal 281 Ayat 2 UUD NKRI 1945 Telah menegaskan bahwa “ Setiap orang berhak bebasdari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkanperlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu “ Sementara itu Pasal 3 UU No30 Tahun 1999 tentang HAM Telah menegaskan bahwa “Setiap orang dilahirkan bebasdengan harkat dan martyabat yang sama dan sederajat”.

Komunitas Internasional telah mengakui bahwa diskriminasi masih terjadi diberbagai belahan Dunia, dan Prinsip Non diskriminasi harus mengawali kesepakatan antar bangsa untuk dapat hidup dalam kebebasan, keadilan, dan perdamaian

Pada dasarnya diskriminasi tidak terjadi begitu saja, akan tetapi karena adanya beberapa faktor penyebab antara lain :

  • Persaingan yang semakin ketat dalam berbagai bidang kehidupan, terutama tekanan dan intimidasi biasanya dilakukan oleh kelompok yang dominan terhadap kelompok atau golongan yang lebih lemah.
  • Ketidak berdayaan golongan miskin akan intimidasi yang mereka dapatkan membuat mereka terus terpuruk dan menjadi korban diskriminasi.

Dari kajian yang dilakukan terhadap berbagai kasus disintekrasi bangsa dan bubarnya sebuah Negara, dapat disimpulkan adanya enam faktor utama yang secara geradual bias menjadi penyebab utama peroses itu, yaitu :

  • Kegagalan kepemimpinan
  • Kerisis Ekonomi yang akut dan berlangsung lama
  • Krisis politik
  • Krisis Sosial
  • Demoralisasi Tentara dan Polisi
  • Interfensi asing

Terciptanya “ Tungal Ika “ dalam masyarakat “ Bhineka “ dapat diwujudkan melalui “Intergrasi kebudayaan “ atau “ Intergrasi Nasional “ Manusia Ber-adab dalam keragaman.

Dalam hal ini maka tedapat teori yang menunjukkan penyebab konflik ditengah masyarakat
antara lain:

  • Teori hubungan masyarakat, memiliki pandangan bahwa konflik yang sering muncul ditengah masyarakat disebabkan polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan diantara kelompok yang berbeda, perbedaan bias dilatarbelakangi SARA bahkan pilihan ideologi politiknya.
  • Teori identitas yang melihat bahwa konflik yang mengeras dimasyarakat tidak lain disebabkan identitas yang terancam yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan masa lalu yang tidak terselesaikan

Teori kesalahpahaman antar budaya, teori ini melihat konflik disebabkan ketidakcocokan
dalam cara-cara berkomunikasi di antara budaya yang berbeda.
Teori transformasi yang memfokuskan pada penyebab terjadi konflik adalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah sosial budaya

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

Keragaman adalah suatu kondisi dalam masyarakat di mana terdapat perbedaan-perbedaandalam berbagai bidang, terutama suku bangsa dan ras, agama dan keyakinan, ideologi, adatkesopanan, serta situasi ekonomi.

Kesederajatan adalah suatu kondisi di mana dalam perbedaan dan keragaman yang adamanusia tetap memiliki satu kedudukan yang sama dan satu tingkatan hierarki. Unsur-unsur Keragaman dalam Masyarakat Indonesia yaitu Suku Bangsa dan Ras, Agama danKeyakinan, Ideologi dan Politik, Tata Krama, Kesenjangan Ekonomi serta Kesenjangan Sosial.

Problematika diskriminasi yang timbul dan harus diwaspadai adalah adanya disintegrasibangsa. Dari kajian yang dilakukan terhadap berbagai kasus disintegrasi bangsa dan bubarnyasebuah negara, dapat disimpulkan adanya enam faktor utama yang secara gradual bisa menjadipenyebab utama proses itu, yaitu: Kegagalan kepemimpinan, Krisis ekonomi yang akut danberlangsung lama, Krisis politik, Krisis social, Demoralisasi tentara dan polisi, serta Intervensiasing.

Saran

Salah satu hal yang dapat dijadikan solusi adalah Bhineka Tunggal Ika yang merupakanungkapan yang menggambarkan masyarakat Indonesia yang “majemuk” atau “heterogen”. Masyarakat Indonesia terwujud sebagai hasil interaksi sosial dari banyak suku bangsa dan beraneka ragam latar belakang kebudayaan, agama, sejarah, dan tujuan yang sama yang disebut Kebudayaan Nasional.

Terciptanya “tunggal ika” dalam masyarakat yang “bhineka” dapat diwujudkan melalui“integrasi kebudayaan” atau “integrasi nasional”. Dalam hubungan ini, pengukuhan ide “tunggalika” yang dirumuskan dalam wawasan nusantara dengan menekankan pada aspek persatuandisegala bidang merupakan tindakan yang positif. Namun tentu saja makna Bhineka Tunggal Ikaini harus benar-benar dipahami dan menjadi sebuah pedoman dalam berbangsa dan bernegara.

Daftar Pustaka

http://amanimidwife.blogspot.co.id/2014/03/makalah-kesetaraan-gender.html

http://airzip.inspsearch.com/search/web?type=ds&channel=other&q=manusia%20keragaman%20dan%20kesetaran

http://www.fahdisjro.com/2014/10/keberagaman-dan-kesetaraan-sosial.html

Tinggalkan komentar